Sabtu, 15 Desember 2012

KUMPULAN MP3 MALAYSIAKU: Rhiena - Terbuai Mimpi @2006

KUMPULAN MP3 MALAYSIAKU: Rhiena - Terbuai Mimpi @2006: Track List : Download   01. Rhiena - Karam Dilaut Tenang  Download  02. Rhiena - Kenangan Yang Lalu Download  03. Rhiena - Terbuai Mimpi...

Sabtu, 10 November 2012

DEMOKRATISASI INSTITUSI DAN INSTITUTIONALISASI DEMOKRASI

(TOTALITERISME/OTORITERISME/SISTIM DEMOKRATIS)
Saat ini banyak orang bicara mengenai masalah demokrasi. Tapi sedikit yang mempraktekkannya. Banyak orang yang menganjurkan perubahan. Tapi kurang jelas, perubahan apa yang dimaksudkan. Perubahan yang sifatnya personal? Atau perubahan institutional? Yang jelas kebanyakan orang menginginkan perubahan institusional. Dengan kata lain, terbentuknya institusi atau lembaga-lembaga demokratis. Barangkali teori dibawah ini dapat sedikit membantu Anda, untuk menjawab pertanyaan lembaga mana sebenarnya yang kita maksud.Teori yang baik adalah teori yang dapat dibuktikan kebenarannya. Teori yang kurang akurat sering dilupakan orang. (Bahan diskusi intern API-Berlin)
(Definisi) Teori demokrasi yang diilhami Rousseau mengarah ke pembentukan aspirasi rakyat homogen. Disamping itu, kemakmuran bersama dimasa depanpun sudah dipastikan sejak awal. Oleh karena itu, teori yang tak kenal konflik interes dimasyarakat ini juga dikenal sebagai teori identitas. Demokrasi dalam pengertian ini dipakai untuk membedakan identitas antara golongan pemerintah dan yang diperintah. Prinsip representasi atau perwakilan ditolak, sebab kehendak rakyat tak mungkin dapat diwakilkan. Demokrasi model ini tidak menolak warga negara aktif dibidang politik. Sehingga bahaya dari dalam mengancam setiap saat. Maka ide untuk membentuk sebuah Staatsvolk (bangsa senegara) dirasa perlu, terutama untuk menindas interes yang beraneka ragam yang ada dimasyarakat. Pola pikir (demokrasi) macam ini akhirnya mengarah kesistim kekuasaan totaliter. Itulah sebabnya kenapa ada istilah demokrasi totaliter . Demokrasi macam ini mendambakan kehadiran seorang Führer atau sebuah partai yang melaksanakan kehendak seluruh rakyat. Perbedaan pendapat ditindas. Kegiatan oposisi dilarang. Aktivitas intelektual dianggap gerakan pengacau stabilitas. Manusia harus dipaksa untuk mencapai kemakmurannya sendiri.
Bertolak belakang dengan teori tersebut diatas, teori demokrasi persaingan, model Anglo-Saxon justru berangkat dari eksistensi perbedaan interes. Pembentukan pendapat politik dalam masyarakat pluralistik hendaknya dilakukan melalui proses yang transparan. Kompetisi antar kelompok dalam masyarakat heterogen, sah sah saja. Keyakinan bersama (Weltanschauung) tak diperlukan. Karena banyaknya perbedaan pendapat yang ada di masyarakat, munculnya konflik sosialpun sulit dihindari. Sehingga tak ada penyelesaian yang sifatnya absolut (yang paling benar). Prinsip mayoritas (memang) menjadi dasar-dasar pengambilan sebuah keputusan. Namun ini tak boleh menyebabkan adanya tirani mayoritas . Karena dapat mengganggu jalannya aturan main serta melanggar HAM. Disamping itu mayoritas juga bukan berarti bahwa orang boleh berbuat apa saja. Jadi harus ada perlindungan terhadap minoritas, yang tertera dalam undang undang dasar. Wakil wakil yang terpilih (di parlemen) tidak tergantung dari intsruksi. Begitu pula setelah periode legislatur berakhir, mereka dapat dipilih kembali. Oleh sebab itu demokrasi dalam pengertian ini, tidak berarti >>kekuasaan rakyat<<, melainkan kekuasaan atas persetujuan rakyat. Teori ini mengarah kepada sistim perwakilan. (Lihat tabel dihalaman paling belakang)
Dari sudut pandang marxis-leninis, demokrasi terbagi menjadi dua tipologi: demokrasi sosialistik dan demokrasi borjuis . Karena dalam demokrasi sosialistik alat-alat produksi merupakan milik bersama, maka interes pribadi kemudian sama dengan interes negara. Dalam rangka memperkuat dukungan massa untuk menghancurkan kelas penghisap lama, maka pimpinan partai marxis-leninis yang sadar kelas membentuk diktator proletariat . Demokrasi sosialistik adalah demokrasi untuk mencapai tingkatan yang tertinggi. Dan ini dibentuk berdasarkan undang-undang, yang mengawali tercapainya masyarakat tanpa kelas . Seluruh kegiatan sosial dan keharmonisan masyarakat merupakan realitas sosial. Dengan kata lain dalam demokrasi realis semua rakyat diajak, baik dalam proses perencanaan, pengaturan maupun pelaksanaan; yang bertujuan agar kepribadian rakyat dapat berkembang optimal.
Demokrasi borjuis didasarkan pada kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi. Yang terkonsentrasi di tangan sedikit orang saja. Sehingga ini mengakibatkan ketimpangan sosial. Demokrasi model ini menyelubungi karakter kelas masyarakat kapitalis. Artinya dimana secara formal semua orang diakui mempunyai hak yang sama, sedangkan rakyat secara real tidak memiliki. Krisis sosialpun makin tajam. Demokrasi borjuis dikecam. Kekuasaan kapitalmonopol sangat kuat dan selalu tegar mengahadapi tuntutan kelas buruh. Bahkan hak-hak yang telah diperjuangkan dengan susah payah (kenaikan upah minimum misalnya) malah diinjak injak lagi. Dari situasi seperti ini dapat melahirkan sistim kediktatoran (fasis). Namun ini tidak terjadi (di negara negara penganut demokrasi bourjuis ) karena kelas pekerja dapat mengorganisir serta mewakili interes mereka sendiri. Satu kemajuan.

Parlamentarisme, sepintas memang mengandung banyak arti. Mencakup semua sistim, yang memiliki parlemen - terlepas dari posisi dan fungsi parlemen bersangkutan. Jerman dibawah Hitler misalnya, Sovyet dibawah Stalin, Spanyol dibawah Franco atau Rumania di bawah Ceausescu. Negara-negara (demokrasi) barat dan rezim-rezim otoriter negara ketiga juga termasuk katagori yang sama. Akan tetapi, berbicara mengenai parlamentarisme hendaknya kita membatasi diri hanya pada sistim (negara) yang demokratis saja.
(Sistim demokratis) Sistim yang demokratis pertama tama ditandai dengan adanya persaingan politik terbuka. Pemilu yang bebas, umum, rahasia. Partai-partai yang meligitimasi kekuasaan memiliki tujuan (program) yang berbeda beda. Sistim juga memberi kemungkinan bahwa partai berkuasa dapat diganti oleh partai lain. (Kendati partai liberal di Jepang berkuasa sejak 1946 misalnya).
Dengan adanya jaminan atas HAM, hak warga negara dll. sistim dapat memperkecil kekuasaan negara. Sehingga memungkinkan terbentuknya struktur yang pluralistik yang merupakan satu keharusan. Dengan kata lain agar aspirasi rakyat serta perbedaan interes yang ada di masyarakat tertampung kedalam sistim kekuasaan (pemerintahan).
Demokrasi bukan saja berarti keputusan (mayoritas) berada ditangan rakyat. Namun disini juga sudah termasuk konsepsi Rechtsstaat, distribusi kekuasaan, perlindungan minoritas serta usaha untuk mengatasi kesewenang wenangan negara. Artinya secara cukup dini membatasi tingkah laku politik penyelenggara kekuasaan negara.
Keunggulan sistim demokratis yaitu selain mengakui adanya perbedaan pendapat, ia juga menerima nilai-nilai kebersamaan. Sebagai contoh nyata misalnya bahwa sebagian besar kelompok masyarakat tidak pernah mempermasalahkan keberadaan pemerintahan demokratis.
(Sistim totaliter) Totaliterisme dalam hal ini merupakan kebalikan dari sistim demokratis. Sistim totaliter klasik (Nazi-Hitler dan Sovyet-Stalin) terutama ditandai, yakni, oleh satu kenyataan bahwa hanya ada satu partai saja, yang, legitimasinya tidak melalui pemilu. Aspirasi rakyat tidak diterima sebagai kontrol kekuasaan. Sebaliknya. Partai (lewat ideologi) yang justru menganggap sebagai tugas utama untuk membentuk atau memperngaruhi keyakinan rakyat. Weltanschauung partai (mirip agama) mengklaim bahwa hanya ada satu kebenaran didunia. Disamping itu, selalu dikumandangkan lewat propaganda bahwa masyarakat ideal sebagai end-station akan segera tercapai. Ideologi macam ini sebenarnya ingin menguasai dunia. Nazi lewat ideolgi ras Aria, komunisme melaui pembentukan masyarakat tanpa kelas. Rakyat diwajibkan untuk menerima Weltanschauung penguasa. Rakyat tidak boleh mengelak. Tidak ada batas antara kehidupan bermasyarakat dan pribadi. Semua diatur negara. Rakyat dipaksa mendukung Weltanschauung penguasa. Kalau dukungan kendor, penguasa tak segan segan menggunakan kekerasan dengan mesin penindasan; polisi rahasia atau intel, yang sering dibantu para intel tak resmi (pegawai sipil, kolega, tetangga atau bahkan saudara atau partner sendiri). Karena seluruh alat komunikasi massa berada dibawah kontrol elit penguasa (baik zaman Hitler maupun Stalin) maka batas antara pemerintah dan yang diperintah menjadi semakin kabur. Sehingga dirasakan perlu adanya musuh nyata yang dapat dijangkau. Teror lewat aparat kekuasaan pun tak terhindarkan lagi. Maka banyak korban berjatuhan. Tak kurang dari enam juta orang Yahudi mati tersiksa di kamp-kamp konsentrasi NAZI. Begitu pula jutaan manusia diperkirakan yang menjadi korban aksi pembersihan Stalin.
(Sistim otoriter). Satu kemiripan otoriterisme dengan totaliterisme; tidak mengenal sistim pemerintahan yang demokratis. Istilah sistim otoriter sebenarnya juga kurang jelas. Mencakup begitu banyak rezim politik yang berbeda. Yang termasuk sistim otoriter adalah baik diktator militer negara ketiga yang kiri maupun yang kanan, (Pinochet). Tapi Franco juga masuk katagori ini. Pemilu dalam sistim otoriter, dimanipulasi secara terang terangan atau tersembunyi. Namun berbeda dengan sistim totaliter, sistim otoriter tidak memerlukan Weltanschauung tertentu. Kendatipun demikian, mempertahankan serta memantapkan kekuasaan merupakan tema sentral. Pluralitas (baca kebebasan) yang amat terbatas masih ditolerir - selama tidak membahayakan sistim. Mobilisasi massa - sebagai pendukung Weltanschauung penguasa dalam sistim otoriter - kelihatan kurang populer. Bahkan elit penguasa tak segan segan mengakui adanya kebebasan individu, serta pandangan politik yang nyeleneh (keluar jalur), selama ini, tidak mengkritik rezim secara terbuka. Oleh karena Weltanschauung atau ideologi tak jelas, maka peranan partai-pemerintah pun menjadi berkurang. Akan tetapi peranan partai, diambil alih oleh klik-penguasa. Klik oligarkhi berperan sangat dominan dalam suksesi atau waktu pergantian kekuasaan, misalnya. Suksesi tidak dilakukan secara terbuka. Melainkan melalui hubungan-hubungan pribadi, antara sang penguasa, dengan kerabat dekat atau orang kepercayaannya. Dibawah rezim ototriter rakyat - selama dia bukan aktivis anti rezim - tidak merasakan adanya tekanan-tekanan atau teror - kalau dibanding kondisi dibawah rezim-rezim totaliter. Karena, - dalam sistim otoriter - rakyat sudah cukup kalau hanya menyetujui sang penguasa. Akan tetapi, belum tentu berarti bahwa rakyat harus bersungguh sungguh mendukungnya. (Sumber: Informationen zur politischen Bildung, No. 227, 1993; hal. 2-4).
(Demokratisasi institusi dan institutionalisasi demokrasi) Sampai saat ini di Eropa masih banyak orang menggunakan kerangka berpikir lama; fasisme versus komunisme. Anehnya, dari determinan ekonomi, kemudian berubah menjadi determinan kultural. Seperti misalnya muncul masalah perbedaan atara kultur barat (kristen) versus non barat atau islam. Atau kita ambil contoh aktual satu lagi yakni kontradiksi masalah migrasi, yang ada di negara negara Eropa barat; konflik antara penduduk setempat (kulit putih) versus orang asing pendatang baru (migran kulit berwarna). Kalau di negara kita muncul istilah pri atau non-pri misalnya. Berdasarkan Weltbild seperti ini, kayaknya dunia harus selalu nampak antagonistik. Dengan kata lain, harus selalu ada musuh. Kalau tak ada musuh? maka ia harus diciptakan dulu. Dan musuh tak boleh abstrak. Dalam kehidupan sehari hari musuh harus selalu nampak jelas, dapat dilihat, bisa dijangkau, dipegang atau dikemplang. Wah, dalam kamus politik, cara berpikir seperti ini hanya dapat ditemui dalam fasisme. Fasis dalam hal ini, bukan saja berarti, tak demokratis, akantetapi, anti-demokratis. Fasis atau bukan, tak penting. Yang penting adalah bagaimana kita keluar dari kemelut tersebut. Ada problim berarti ada jalan keluarnya.
Dalam negara yang tidak demokratis, cuma ada satu jalan menuju reformasi yakni menggulingkan pemerintahan yang ada, dengan kekerasan. (K.R. Popper). Kemudian menggantikannya, dengan cara, mendirikan tatanan baru, yang demokratis. Para pengkritik demokrasi yakni orang orang yang menggunakan nilai-nilai moral (agama) tertentu, sebenarnya tidak bisa membedakan antara problim personal dan institusional. Adalah tugas kita untuk memperbaiki keadaan. Institusi-institusi demokratis tak bisa memperbaiki diri mereka sendiri. Masalah perubahan, selalu berkaitan dengan masalah person (manusia) dan bukan institusi. Kalau kita memang menghendaki perubahan, maka harus jelas dulu institusi mana sebenarnya yang ingin kita rubah? Dalam masalah politik kita kenal adanya perbedaan yang mirip dengan masalah perbedaan antara person dan intstitusi yakni perbedaan antara problim sehari hari dan problim masa depan. Problim sehari hari sebagian besar merupakan masalah harkat manusia (person). Problim masa depan, sebaliknya, harus diatur secara institusional. Masalah ini dapat kita sederhanakan menjadi sebuah pertanyaan; Siapa sebaiknya yang memerintah?


teori demokrasi identitas teori demokrasi konkuren
landasan: identitas pemerintah dan yang diperintah kekuasaan melalui wakil

plebisit (pemungutan suara) parlamentarisme

mandat imperatif (terikat wakil/utusan) mandat bebas

meniadakan interes sepihak pluralisme legitim

aspirasi rakyat homogen konkurensi bermacam-macam interes

kemakmuran bersama yang obyektif (sama rasa sama rata) kemakmuran bersama sebagai hasil dari keseimbangan interes

tujuan/orientasi (finalis) orientasi pada aturan main (formalis)
Penerapan: ketatanegaran otoriter (ekstrim:diktatur fasis) teori pluralisme, demokrasi liberal

demokrasi radikal (ekstrim: diktatur komunis) sistim parlemen representatif; sosialisme-demokratis

demokrasi "totaliter" status quo
kritik: pengambilalihan kekuasaan melalui oligarkhi partai pluralismus eliter

diktatur pendidikan (pemaksaan nilai-nilai) pragmatisme murni (tak ada nilai-nilai)

orientasi kemakmuran yang dipaksakan dominasi interes pribadi

Indonesia Sudah Sejak Awal Menjadi Bagian Dari Gerakan Global Moderat

Sebuah kehormatan bagi kami dapat berpartisipasi dalam konferensi internasional Global Movement of Moderates ini untuk berbagi pandangan yang menggambarkan tentang pengalaman Indonesia dalam merangkul keragaman dan memanfaatkan seluruh potensi yang ada untuk keuntungan bersama.
Di dunia yang tengah terbebani oleh segala jenis ekstrimisme, hal ini akan memberikan dorongan segar bagi terjadinya moderasi.

Sebagai penganjur perdamaian antara bangsa-bangsa dan internal suatu bangsa, Indonesia menyambut baik inisiatif ini. Ini akan memperkuat dan memperjelas upaya kita untuk memberikan suara bagi kelompok moderat di masyarakat kita-dan seluruh kelompok masyarakat.

Upaya-upaya tersebut mencakup  International Conferences of Islamic Scholars (ICIS) dan Forum Perdamaian Dunia yang dilakukan oleh Pemerintah dalam bentuk kemitraan dengan organisasi-organisasi Muslim terbesar kami, yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Termasuk juga Global InterMedia Dialogue yang kami luncurkan bersama-sama dengan Norwegia guna mendapatkan kekuatan media massa untuk mempromosikan moderasi dan toleransi antara agama-agama dan budaya.

Karenanya, Indonesia sudah sejak awal menjadi bagian dari Gerakan Global Moderat. Dengan demikian kami akan memberikan kontribusi apa yang kami bisa untuk membantu agar gerakan ini berkembang. Sebagai kontribusi pribadi saya pada hari ini, saya diminta untuk berbicara mengenai topik, “Managing Differences and Competing Interests: the Indonesian Experience.” Saya mengerti mengapa pengalaman Indonesia dipilih untuk dipaparkan dalam topik ini.

Sebagai salah satu negara dengan tingkat keragaman terbesar di dunia, Indonesia merupakan rumah bagi lebih dari 300 kelompok etnis. Rumah bagi populasi Muslim terbesar di dunia. Dan rumah bagi semua agama-agama besar umat manusia lainnya, diantaranya Hindu, Buddha, Konghucu dan berbagai denominasi Kristen.

Indonesia dengan bangga menunjang pengaruh peradaban Timur Tengah, sub-kontinen, Asia Timur serta dunia Barat. Sebuah spektrum yang luas dari persuasi politik yang juga bekerja di masyarakat kami. Memang, Indonesia sangat beragam dalam semua aspek. Namun demikian, kami berhasil dalam memelihara persatuan nasional kami dan berhasil melakukan transisi dari otoritarianisme ke sistem yang sangat demokratis.

Sepanjang transisi tersebut, kami tidak menganggap keragaman itu sebagai sebuah masalah yang harus ditangani. Sebaliknya, kami menghargai keragaman tersebut. Ini adalah aset kami, karakter nasional kami, dan dengan demikian kami merayakannya. Kami membangun dengan keragaman tersebut.

Yang pasti, perjalanan kami tidak selalu berupa sebuah pelayaran yang tenang. Suatu waktu, rasanya seperti naik roller coaster. Kami harus menghadapi ancaman separatis, ketegangan etnis, dan konflik agama. Bahkan, di masa pergolakan setelah krisis 1998, beberapa pengamat secara lebih jauh memprediksi kegagalan Indonesia sebagai sebuah negara. Mereka memprediksi terjadinya Balkanisasi Indonesia.

Namun mayoritas rakyat kami tetap berkomitmen untuk persatuan Indonesia. Dan bukannya bercerai-berai, kami mengadopsi pendekatan baru. Kami mereformasi pemerintahan dan mengatasi tantangan yang ada. Dengan begitu kami memperoleh aset utama kedua: pengalaman kami dalam transisi demokrasi dan reformasi sosial - pelajaran- yang mungkin dapat menjadi pelajaran yang relevan bagi negara lainnya.

Transisi itu pun bukan merupakan proses yang mudah. Ini menuntut daya tahan, ketekunan dan komitmen dari seluruh rakyat Indonesia. Dari pengalaman transisi politik di tengah-tengah keanekaragaman tersebut, beberapa orang mungkin memperoleh wawasan yang berguna bagi upaya pengembangan politik mereka. Dan mengembangkan ide-ide praktis tentang bagaimana mengelola serta merangkul keragaman untuk kepentingan mereka sendiri.

Itu sebabnya kami mendirikan Bali Democracy Forum (BDF), sebuah forum antar pemerintah di Asia untuk bertukar pengalaman dan praktek terbaik dalam pembangunan politik. Kami yakin bahwa melalui forum ini, kita bisa belajar dari pengalaman satu sama lain mengenai tantangan dan peluang kita masing-masing dalam menangani keragaman sebagai bagian dari pembangunan politik.

Saya akan mengambil kesempatan ini untuk berbagi dengan Anda dua kesimpulan dasar yang dapat ditarik dari pengalaman Indonesia. Pertama, demokrasi merupakan respon yang efektif untuk persaingan kepentingan dan agenda di dalam masyarakat. Ini merupakan kasus yang terbesar, apakah itu di masyarakat yang relatif homogen atau sangat beragam seperti Indonesia.

Ada dua cara untuk merespon berbagai aspirasi dan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Negara dapat menggunakan kekuasaan untuk memaksa pada berbagai kepentingan yang berbeda-beda, atau bisa menampung mereka secara adil dan demokratis. Dalam kasus kami di Indonesia, kami melakukan kedua-duanya.

Era Orde Baru, berlangsung sekitar tiga dekade, dan menawarkan satu pendekatan. Dan tampaknya ini berjalan hingga Krisis Asia tahun 1998 dan mengarah kepada kelemahan mendasar dari sebuah sistem yang tidak bertanggung jawab. Indonesia kemudian mengambil pendekatan yang sama sekali berbeda. Kami merangkul demokrasi, meluncurkan transisi ke sistem demokrasi dan melakukan reformasi lebih jauh. Semua suara sekarang diperoleh melalui sidang dengar pendapat. Dan semua kepentingan kini dipertimbangkan untuk mencari kepentingan dasar bersama.

Kami telah mengembangkan sebuah sistem dimana semua stakeholder bisa berpartisipasi - tidak hanya melalui pemilihan umum yang bebas dan adil - tidak hanya melalui dialog antara para pejabat yang akuntabel dengan konstituen mereka. Sebaliknya, juga melalui berbagai upaya umpan balik yang terbuka lebar - termasuk kebebasan pers dan berbagai forum dimana berbagai petisi dan keluhan dapat diungkapkan dan didengar. Dengan begitu rakyat merasa diberdayakan. Mereka memiliki rasa kepemilikan terhadap apa yang dilakukan oleh negara, dan merasa berkontribusi terhadap pelaksanaan pemerintahan sehari-hari.
Jadi kami menjadi lebih yakin bahwa kami setia dengan moto nasional, Bhinneka Tunggal Ika, “Berbeda-beda tapi satu.” Dan kami menerapkan secara ketat tradisi ‘Musyawarah untuk mufakat’, atau konsultasi untuk mencapai konsensus.

Kami juga lebih tegas berkomitmen untuk Pancasila, lima prinsip falsafah nasional kami, yang menetapkan untuk saling menghormati dan saling pengertian di antara sesama atas dasar keyakinan kami pada Tuhan dan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan nasional, demokrasi, dan keadilan sosial. Itulah mengapa demokrasi begitu mengakar di negara kami: itu didukung dan dipelihara oleh nilai-nilai inti dari Islam dan agama lainnya di Indonesia. Oleh budaya dan tradisi kami, serta standar sosial kami sendiri.

Itulah cara kami mengirim pesan kepada dunia, bahwa Islam, demokrasi dan modernisasi dapat berkembang bersama-sama. Demokrasilah yang membayar dividen politik, sosial dan ekonomi. Dalam waktu 13 tahun, kami muncul sebagai kekuatan ekonomi yang dinamis dengan jangkauan regional dan global. Kami lebih stabil secara politik dan sosial, dibandingkan masa-masa sebelum ini.

Saya tegaskan bahwa keragaman di Indonesia bukanlah masalah yang harus diatasi, tetapi merupakan aset yang kami rayakan dan kami membangun dengan itu. Dunia bahkan lebih beragam, dan saya percaya kita dapat merayakan, membangun dan memanfaatkan seluruh potensi keragaman global untuk kepentingan seluruh umat manusia.

Hal ini membawa saya pada kesimpulan dasar yang kedua, dan saya ingin berbagi dengan Anda: dengan cara yang sama bahwa demokrasi adalah respon terbaik untuk persaingan kepentingan di tingkat nasional, respon yang paling efektif untuk persaingan kepentingan nasional di tingkat global adalah demokratisasi pemerintahan global. Ini berarti bahwa dalam menghadapi banyak kepentingan nasional yang berbeda sebagaimana ditegaskan dalam forum-forum global, kita sekarang harus dengan sungguh-sungguh mencari titik temu.

Dalam hal ini, saya sampaikan kembali apa yang dikatakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membahas tentang UNESCO di Paris tahun lalu pada ulang tahun ke-10 Deklarasi Universal Keberagaman Budaya, beliau menyebutkan perubahan yang menentukan yang memiliki dampak besar pada tatanan global.

Salah satu yang paling penting dari perubahan ini adalah meningkatnya peran negara berkembang dalam ekonomi global. Munculnya negara-negara berkembang yang menyuarakan reformasi arsitektur keuangan internasional, dan kesediaan mereka untuk bekerja dengan negara-negara maju untuk memecahkan masalah-masalah global, merepresentasikan kesempatan yang unik bagi demokratisasi pemerintahan internasional.

Saya sungguh percaya bahwa demokratisasi yang terjadi di tingkat nasional di Indonesia - dan di negara-negara lain yang melakukan transisi yang mirip dengan kami - dapat direplikasikan di tingkat global untuk mengatasi persaingan kepentingan-kepentingan nasional. Jika kita semua bekerja sama untuk melaksanakan ini, maka manfaatnya bagi semua umat manusia sungguh akan sangat luar biasa.

Saya ingin berbagi satu pemikiran akhir dengan Anda. Kaum moderat dunia seharusnya tidak merasa terisolasi antara satu dengan lainnya. Untuk itu kita tidak kekurangan forum dan proses untuk dialog antar agama, budaya dan peradaban. Namun demikian masih ada wabah kekerasan di banyak bagian dunia yang disebabkan oleh prasangka dan intoleransi.

Ini bukan berarti bahwa dialog tidak bekerja. Tapi mungkin itu berarti bahwa dialog yang dilakukan belum menyebar cukup luas, bahwa masih ada ruang untuk dimasuki lebih lanjut. Sebagaimana dikatakan oleh Perdana Menteri Dato ‘Sri Najib Razak di dalam pidatonya, bahwa kita harus menyuarakan alasan yang lebih keras dari pada menyuarakan kebencian. Kita harus mengambil risiko, mengumpulkan sedikit demi sedikit keberanian dalam diri kita dan melatihnya.
Itulah sebabnya saya optimis terhadap Gerakan Global Moderat ini yang merupakan kapasitas luar biasa untuk mempromosikan dialog. Moderat sejati memiliki keberanian moral. Dan itulah yang diperlukan untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.

Sabtu, 29 September 2012

SAREYDUT ~ BUKAN JODOH ~ SULIANA

Suliana - Bunga (Karaoke + Live)

SAREYDUT ~ TSTM (Teman Sesaat Tapi Mesra) ~ SULIANA

Suliana - Semakin Sayang Semakin Kejam (Karaoke + VC)

SAREYDUT ~ BUKAN JODOH ~ SULIANA

Suliana - Racun Asmara (Karaoke + VC)

Suliana - Hidup Diantara Cinta (Karaoke + VC)

UDANGAN PALSU (Vidio Clip) ~ SULIANA

Suliana - Cinta Palsu (Karaoke + Live)

Suliana - Kabut Biru (Karaoke + Live)

Rabu, 12 September 2012

meonk band tak ada yg sempurna

meonk band lihat aku

meonk band terbuai

meonk band lihat aku_Akmal izin putra rabasan

meonk band pinta ku

meonk band mencintai sahabat

meonk band tak ada yg sempurna

meonk band tak ada yg sempurna

cewek matre

masih ku ingat

meonk band janda ganjen

Jumat, 13 Juli 2012

Donia Samir Ghanem - Oyoun El Alb

Pascal Machalani Arab song

Pascal Machalani - Nashaftilli Dammi

lagu arabic

Lagu Arab

PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA
PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN PERAN SERTA MASYARAKAT I.PENDAHULUAN. Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup pula hukum lingkungan di dalamnya. Dalam pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnyamanusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law. Hukum Lingkungan Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum Lingkungan Klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan, bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan Hukum lingkungan di Indonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan (Millieu recht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk milleu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah, maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan (bestuursrecht). Dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes. Hukum Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan. II.SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA. Peraturan-peraturan yang orientasinya menyangkut lingkungan, baik disadari atau tidak sebenarnya telah hadir di masa abad sebelum Masehi, misalnya di dalam Code of Hammurabi yang ada di dalamnya terdapat salah satu klausul yang menyebutkan bahwa “sanksi pidana dikenakan kepada seseorang apabila ia membangun rumah dengan gegabahnya sehingga runtuh dan menyebabkan lingkungan sekitar terganggu”. Demikian pula di abad ke 1 pada masa kejayaan Romawi telah dikemukakan adanya aturan tentang jembatan air (aqueducts) yang merupakan bukti adanya ketentuan teknik sanitasi dan perlindungan terhadap lingkungan. Di Indonesia sendiri, organisasi yang berhubungan dengan lingkungan hidup sudah dikenal lebih dari sepuluh abad yang lalu. Dari prasasti Juruna tahun 876 Masehi diketahui ada jabatan ”Tuhalas” yakni pejabat yang mengawasi hutan atau alas, yang kira-kira identik dengan jabatan petugas Perlindungan Hutan Pelestarian Alam (PHPA). Kemudian prasasti Haliwangbang pada tahun 877 Masehi menyebutkan adanya jabatan ”Tuhaburu” yakni pejabat yang mengawasi masalah perburuan hewan di hutan. Contoh lain adalah pengendalian pencemaran yang ditimbulkan oleh pertukangan logam; kegiatan membuat logam, yang sudah tentu menimbulkan pencemaran dikenai pajak oleh petugas yang disebut ”Tuhagusali”. Pertumbuhan kesadaran hukum lingkungan klasik menghebat, bermula pada abad ke-18 di Inggris dengan kemunculan kerajaan mesin, dimana pekerjaan tangan dicaplok oleh mekanisasi yang ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt. Dengan demikian terbukalah jaman tersebarnya perusahaan-perusahaan besar dan meluapnya industrialisasi yang dinamakan ”revolusi industri”. Dengan kepentingan untuk menopang laju pertumbuhan industri di negara-negara dunia pertama atau negara-negara yang telah maju indstrinya, sementara persediaan sumber daya alam di negara-negara dunia pertama semakin terbatas maka diadakanlah penaklukan danpengerukan sumberdaya alam di negara-negara dunia ketiga (Asia-Afrika). Pada masa itu negara-negara yang telah mengalami proses industrialisasi telah banyak diadakan peraturan yang ditujukan kepada antisipasi terhadap dikeluarkannya asap yang berlebihan baik dalam perundang-undangan maupun berdasarkan keputusan-keputusan hakim. Selain itu dengan adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang medis, telah dikeluarkan pula peraturan-peraturan tentang bagaimana memperkuat pengawasan terhadap epidemi untuk mencegah menjalarnya penyakit di kota-kota yang mulai berkembang dengan pesat. Namun demikian, sebagian besar dari hukum lingkungan klasik, baik berdasarkan perundang-undangan maupun berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berkembang sebelum abad ke-20, tidaklah ditujukan untuk melindungi lingkungan hidup secara menyeluruh, akan tetapi hanyalah untuk berbagai aspek yang menjangkau ruang lingkup yang sempit. 1.Zaman Hindia Belanda. Dalam sejarah peraturan perundang-undangan lingkungan terdapat peraturan-peraturan sejak zaman Hindia belanda, sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH. ML. “Apabila diperhatikan peraturan perundang-undangan pada waktu zaman Hindia Belanda sebagaimana tercantum dalam Himpunan peraturan-Peraturan perundangan di Bidang Lingkungan Hidup yang disusun oleh Panitia Perumus dan rencana kerja bagi pemerintah di bidang Pengembangan Lingkungan hidup diterbitkan pada tanggal 15 Juni 1978, maka dapatlah dikemukakan, bahwa pertama kali diatur adalah mengenai Perikanan, mutiara, dan perikanan bunga karang, yaitu Parelvisscherij, Sponserviss cherijordonantie (Stb. 1916 No. 157) dikeluarkan di Bogor oleh Gubernur Jenderal Indenburg pada tanggal 29 Januari 1916, dimana ordonansi tersebut memuat peraturan umum dalam rangka melakukan perikanan siput mutiara, kulit mutiara, teripang dan bunga karang dalam jarak tidak lebih dari tiga mil-laut Inggris dari pantai-pantai Hindia Belanda (Indonesia). Yang dimaksud dengan melakukan perikanan terhadap hasil laut ialah tiap usaha dengan alat apapun juga untuk mengambil hasil laut dari laut tersebut Ordonansi yang sangat penting bagi lingkungan hidup adalah Hinder-ordonnantie (Stbl. 1926 No. 226, yang diubah/ditambah, terakhir dengan Stbl. 1940 No. 450), yaitu Ordonansi Gangguan. Dalam hubungan dengan terjemahan Hinder Ordonantie menjadi undang-undang Gangguan yang sering terdapat dalam berbagai dokumen dan peraturan perlu dikemukakan bahwa ordonantie tidak dapat diterjemahkan menjadi Undang-undang, karena ordonantie merupakan produk perundang-undangan zaman penjajahan Hindia Belanda, sedangkan Undang-undang merupakan produk negara yang merdeka. Meskipun sebuah ordonantie hanya dapat dicabut dengan sebuah undang-undang, ini tidaklah berarti ordonantie dapat diterjemahkan dengan undang-undang. Istilah yang tepat adalah mentransformasikan ordonantie ke dalam bahasa Indonesia menjadi ordonansi. Di dalam Pasal 1 Ordonansi Gangguan ditetapkan larangan mendirikan tanpa izin tempat-tempat usaha yang perincian jenisnya dicantumkan dalam ayat (1) pasal tersebut, meliputi 20 jenis perusahaan. Di dalam ordonansi ini ditetapkan pula berbagai pengecualian atas larangan ini. Di bidang perusahaan telah dikeluarkan Bedrijfsreglemenigsordonnantie 1934 (Stbl. 1938 No. 86 jo. Stbl. 1948 No. 224). Ordonansi yang penting di bidang perlindungan satwa adalah Dierenbeschermingsordonnantie (Stbl. 1931 No. 134), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1931 untuk seluruh wilayah Hindia Belanda (Indonesia). Berdekatan dengan ordonansi ini adalah peraturan tentang uruan, yaitu Jachtordonnantie 1931 (Stb1.1931 No.133) dan Jachtordonnantie Java en Madoera 1940 (Stb1.1940 No.733) yang berlaku untuk Jawa dan Madura sejak tanggal 1 Juli 1940. Ordonansi yang mengatur perlindungan alam adalah Natuurhermings Ordonnantie 1941 (Stbl. 1941 No. 167). Ordonansi ini mencabut ordonansi yang mengatur cagar-cagar alam dan suaka-suaka margasatwa, yaitu Natuurmonumenten en reservatenordonnantie 1932 (Stbl. 1932 No. 17) dan menggantikanya dengan Natuurbeschermingsordonnantie 1941 tersebut. Ordonansi tersebut dikeluarkan untuk melindungi kekayaan alam di Hindia Belanda (Indonesia). Peraturan-peraturan yang tercantum di dalamnya berlaku terhadap suaka-suaka alam atau Natuur monumenten, dengan pembedaan atas suaka-suaka margasatwa dan cagar-cagar alam. Keempat ordonansi di bidang perlindungan alam dan satwa tersebut di atas telah dicabut berlakunya dengan diundangkannya UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada tanggal 10 Agustus 1990. Dalam hubungan dengan pembentukan kota telah dikeluarkan Stads Vormings Ordonnantie (Stbl. 1948 No. 168), disingkat SVO, yang mulai berlaku pada tanggal 23 Juli 1948. Yang menarik di sini adalah bahwa Stadsvormings Ordonnantie diterbitkan pada tahun 1948, padahal Republik Indonesia diproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Penjelasannya adalah bahwa SVO tersebut ditetapkan di wilayah yang secara de facto diduduki Belanda. Berbagai ordonansi tersebut di atas telah dijabarkan lebih lanjut dalam verordeningen, seperti misalnya: Dierenbeschermingsverordening (Stbl. 1931 No. 266); berbagai Bedrijfsreglementeringsverordeningen yang meliputi bidang-bidang tertentu seperti pabrik sigaret, pengecoran logam, pabrik es, pengolahan kembali karet, pengasapan karet, perusahaan tekstil; Jachtveiordening Java en Madura 1940 (Stbl. 1940 No. 247 jo. Stbl. 1941 No. 51); dan Stadsvormingsverordening, disingkat SW (Stbl. 1949 No. 40). Begitu pula terdapat peraturan tentang air, yaitu Algemeen Waterreglement (Stbl. 1936 No. 489 jo. Stbl. 1949 No. 98). 2.Zaman Jepang. Pada waktu zaman pendudukan Jepang, hampir tidak ada peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang dikeluarkan, kecuali Osamu S Kanrei No. 6, yaitu mengenai larangan menebang pohon aghata, alba dan balsem tanpa izin Gunseikan. Peraturan perundang-undangan di waktu itu terutama ditujukan untuk memperkuat kedudukan penguasa Jepang di Hindia Belanda, dimana larangan diadakan untuk menjaga bahan pokok untuk membuat pesawat peluncur (gliders) yang berbahan pokok kayu aghata, alba, balsem dimana dalam rangka menjaga logistik tentara, karena kayu pohon tersebut ringan, tetapi sangat kuat. 3.Periode Setelah Kemerdekaan . Pada periode ini secara bertahap muncul beberapa peraturan-peraturan antara lain : a) UU No. 4 prp Tahun 1960 tentang perairan Indonesia; b) UU No. 5 Tahun 1967 tentang Kehutanan; c) UU No. 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan. d) UU No. 1 Tahun 1973 tentang landas Kontinen Indonesia; e) UU No. 11 Tahun 1974 tentang pengairan; f) UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup; g) UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia; h) UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan; i) UU No. 17 Tahun 1985 tentang I Pengesahan Konvensi Hukum Laut 1982; j) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya; k) UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; l) PP No. 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai (LN No. 20 Tahun 1974 TLN No. 3031); m) PP No. 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia; n) PP No. 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Instansi Vertikal di Daerah; o) Keputusn menteri pertanian No. 67 tahun 1976 tentang Empat Daerah Operasi Bagi Kapal-kapal Perikanan; p) Keputusan presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; setelah dilakukan penggantian terhadap UU No. 4 Tahun 1982 dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Undang-Undang Pokok Lingkungan Hidup, juga mulai memperhatikan bagaimana untuk menjaga agar lingkungan tidak tercemar, yaitu mengeluarkan Undang-Undang yang menjaga agar bagaimana lingkungan secara dini akan terjaga dari pencemaran atas adanya proses pembangunan yaitu AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Peraturan pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Peraturan Perubahan Atas Peraturan Pemerintah. q) Keputusan presiden No. 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dalam rangka membentuk aparatur dalam bidang lingkungan hidup, maka berdasarkan Keppres No 28 Tahun 1978 yang kemudian disempurnakan dengan Keppres No 35 Tahun 1978, terbentuklah Kementrian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH) dan sebagai Mentri Negara PPLH telah diangkat Emil Salim. Kemajuan lebih lanjut dari kinerja Kementrian Negara PPLH ditandai dengan diterbitkannya peraturan perundangan bidang lingkungan hidup yang pertama di Indonesia, yaitu UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selanjutnya peraturan perundang-undangan No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, Peraturan pemerintah No. 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, Peraturan pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor : Kep-13/MENLH/3/94 tentang pedoman susunan keanggotaan dan tata kerja komisi amdal, Keputusan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia Nomor : KEP 14/MENLH/3/1994 tanggal 19 Maret 1994 tentang pedoman umum penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan, Keputusan kepala badan pengendalian dampak lingkungan republik indonesia nomor : Kep-056 Tahun 1994 tentang pedoman mengenai ukuran dampak penting, Keputusan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia nomor : KEP-15/MENLH/3/1994 tanggal 19 Maret 1994 tentang pembentukan komisi analisis mengenai dampak lingkungan terpadu, Keputusan presiden republik indonesia nomor : 77 tahun 1994 tentang badan pengendalian dampak lingkungan, Surat keputusan menteri perindustrian nomor : 250/M/SK/10/1994 tentang pedoman teknis penyusunan pengendalian dampak terhadap lingkungan hidup pada sektor industri., Keputusan bersama menteri kesehatan republik indonesia dan menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup republik indonesia/kepala badan pengendalian dampak lingkunga nomor : 181/MENKES/SKB.II/1993, KEP.09/BAPEDAL/02/1993 Tanggal 26 Februari 1993 tentang Pelaksanaan Pemantauan Dampak Lingkungan, Keputusan menteri dalam negeri nomor : 29 tahun 1992 tentang pedoman tata cara pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan bagi proyek-proyek PMA dan PMDN di Daerah., Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 523 K/201/MPE/1992 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Penyajian Informasi Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan, dan Rencana Pemantauan Lingkungan Untuk Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C, Keputusan Menteri Negara Lingkungan hidup republik indonesia nomor : Kep-11/MENLH/3/1994 tanggal 19 Maret 1994 tentang jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor : 12 tahun 1995 tentang perubahan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 1994 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 19 tahun 1994 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, Undang-undang republik indonesia nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, Keputusan presiden republik indonesia nomor 75 tahun 1993 tentang koordinasi pengelolaan tata ruang nasional, Keputusan presiden republik indonesia nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 35 tahun 1991 tentang sungai, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 27 tahun 1991 tentang rawa, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 18 tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, Undang-undang republik indonesia nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya, Peraturan pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Peraturan pemerintah No. 20 tahun 19990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 10 tahun 1993 tanggal 19 pebruari 1993 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya, Keputusan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia nomor: Kep-42/MENLH/11/1994 tentang pedoman umum pelaksanaan audit lingkungan, Keputusan menteri negara lingkungan hidup republik indonesia nomor : Kep-10/MENLH/3/1994 tentang pencabutan keputusan menteri negara kependudukan dan lingkungan hidup nomor : a. KEP-49/MENKLH/6/1987 tentang Pedoman penentuan dampak penting dan lampirannya; b. KEP-50/MENKLH/6/1987 tentang pedoman umum penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan dan lampirannya; c. Kep-51/ MENKLH/6/1987 tentang pedoman umum penyusunan studi evaluasi mengenai dampak lingkungan dan lampirannya; d. Kep-52/MENKLH/6/1987 tentang batas waktu penyusunan studi evaluasi mengenai dampak lingkugnan; e. Kep-53/MENKLH/6/1987 tentang pedoman susunan keanggotaan dan tata kerja komisi. 4.Konferensi Internasional Berkaitan Dengan Hukum Lingkungan Hidup. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia untuk memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup. Pada tahun 1962, terdapat peringatan yang menggemparkan dunia yakni peringatan ”Rachel Carson” tentang bahaya penggunaan insektisida. Peringatan inilah yang merupakan pemikiran pertama kali yang menyadarkan manusia mengenai lingkungan. Seiring dengan pembaharuan, perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan dunia international untuk memberikan perhatian lebih besar terhadap lingkungan hidup. Hal ini mengingat kenyataan bahwa lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup di dunia. Gerakan sedunia ini dapat disimpulkan sebagai suatu peristiwa yang menimpa diri seorang sehingga menimbulkan resultante atau berbagai pengaruh di sekitarnya. Begitu banyak pengaruh yang mendorong manusia kedalam suatu kondisi tertentu, sehingga adalah wajar jika manusia tersebut kemudian juga berusaha untuk mengerti apakah sebenarnya yang mempengaruhi dirinya dan sampai berapa besarkah pengaruh-pengaruh tersebut. Inilah dinamakan ekologi. Di kalangan PBB perhatian terhadap masalah lingkungan hidup ini dimulai di kalangan Dewan Ekonomi dan Sosial atau lebih dikenal dengan nama ECOSOC PBB pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan dasawarsa pembanguna dunia ke-1 tahun 1960-1970. pembicaraan tentang masalah lingkungan hidup ini diajukan delegasi Swedia pada tanggal 28 Mei 1968, disertai saran untuk dijajakinya kemungkinan penyelenggaraan suatu konferensi international. Kemudian pada garakan konferensi PBB tentang ”Lingkungan Hidup Manusia” di Stockholm. Dalam rangka persiapan menghadapi Konferensi Lingkungan Hidup PBB tersebut, Indonesia harus menyiapkan laporan nasional sebagai langkah awal. Untuk itu diadakan seminar lingkungan pertama yang bertema ”Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembanguna Nasional” di Universitas Padjadjaran Bandung. Dalam seminar tersebut disampaikan makalah tentang ”Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia: Beberapa Pikiran dan Saran” oleh Moctar Kusumaatmadja, makalah tersebut merupakan pengarahan pengarahan pertama mengenai perkembangan hukum lingkungan di Indonesia. Mengutip pernyataan Moenadjat, tidak berlebihan apabila mengatakan bahwa Moctar Kusumaatmadja sebagai peletak batu pertama Hukum Lingkungan Indonesia. Konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia akhirnya diadakan di Stockholm tanggal 5-16 juni 1972 sebagai awal kebangkitan modern yang ditandai perkembangan berarti bersifat menyeluruh dan menjalar ke berbagai pelosok dunia dalam bidang lingkungan hidup. Konferensi itu dihadiri oleh 113 negara dan beberapa puluh peninjau serta telah menghasilkan telah menghasilkan Deklarasi Stockholm yang berisi 24 prinsip lingkungan hidup dan 109 rekomendasi rencana aksi lingkungan hidup manusia hingga dalam suatu resolusi khusus, konferensi menetapkan tangga 5 juni sebagai hari lingkungan hidup sedunia. III.DASAR HUKUM HAK ASASI MANUSIA ATAS LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA. Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang bagi rakyat Indonesia serta makluk hidup lainnya. Dasar justifikasi argumen hak asasi manusia atas lingkungan diantaranya tercantum dalam: A.Hukum Internasional. Hak atas lingkungan tidak diatur secara ekplisit dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusaia (DUHAM). Namun, pasal 28 DUHAM dapat dijadikan dasar justifikasi argumen bahwa hak atas lingkungan adalah hak asasi manusia, begitu juga dalam Kovenan Hak Eksob, pasal 1 (2) dijadikan dasar justifikasi hak atas lingkungan adalah hak asasi manusia. Hak atas lingkungan sebagai HAM baru mendapatkan pengakuan dalam bentuk kesimpulan oleh Sidang Komisi Tinggi HAM pada bulan April 2001: “bahwa setiap orang memiliki hak hidup di dunia yang bebas dari polusi bahan-bahan beracun dan degradasi lingkungan hidup”. B.Hukum di Indonesia. Secara konstitusional, hak atas lingkungan dalam hukum nasional Indonesia diantaranya tercantum dalam: 1.Alinea keempat Pembukaan UUD 1945: “membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”, serta dikaitkan dengan Hak Penguasaan Negara atas bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya untuk kemakmuran rakyat”. 2.Amandemen UUD 1945 Pasal 28H (1) menyebutkan: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh palayanan kesehatan” 3.Piagam HAM yang merupakan bagian tak terpisahkan dari TAP MPR No. XVII/MPR/1998 yang ditetapkan oleh Sidang Istimewa MPR tahun 1998 diantaranya menyatakan, bahwa manusia adalah mahluk Tuhan Yang Maha Esa yang berperan sebagai pengelola dan pemelihara alam secara seimbang dan serasi dalam ketaatan kepada-Nya. Manusia dianugerahi hak asasi dan memiliki tanggungjawab serta kewajiban untuk menjamin keberadaan, harkat, dan martabat kemuliaan kemanusiaan serta menjaga keharmonisan kehidupan. 4.UU No.23/1997 Pasal 5 (1): “Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”; dan Pasal 8 (1): “Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah” 5. UU No.39/1999 tentang HAM Pasal 3, menyatakan: “masyarakat berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. 6. UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 (1) “setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia". IV.DASAR HUKUM PERAN SERTA MASYARAKAT ATAS LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA. Dasar hukum peran serta masyarakat terdapat dalam: 1. UUD 1945 Pasal 1(2), wujud kekuatan peran serta masyarakat berupa kedaulatan rakyat diakui secara penuh dan dilaksanakan menurut UUD. 2. Konteks hukum lingkungan diantaranya dinyatakan pada: a. UU No. 23/1997 Pasal 5(3) dan Pasal 34 PP No. 27/1999 tentang AMDAL. b. UU No.5/1990 Pasal tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. c. UU No. 4/1992 Pasal 29 tentang Perumahan dan Pemukiman. d. UU No.10/1992 Pasal 24 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. e. UU No. 12/1992 Pasal 52 tentang Sistem Budidaya Tanaman. f. UU No. 16/1992 Pasal 29 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. g. UU No. 24/1992 Pasal . 5 tentang Penataan Ruang. h. UU No. 41/1999 Pasal 70 tentang Kehutanan. Peran serta masyarakat menjadi penting, karena peran serta masyarakat merupakan bagian dari prinsip demokrasi, yang salah satu prasyarat utamanya adalah adanya asas keterbukaan dan transparansi dengan 5 unsur utama (agar asas tersebut terpenuhi), yakni: 1) Hak untuk mengetahui; 2) Hak untuk memikirkan; 3) Hak untuk menyatakan pendapat; 4) Hak untuk mempengaruhi pengambilan keputusan; 5) Hak untuk mengawasi pelaksanaan keputusan. V.PENYELESAIAN MASALAH LINGKUNGAN HIDUP MELALUI PENGADILAN DI INDONESIA. 1.Prosedur Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Prosedur penyelesaian sengketa lingkungan yang dimungkinkan oleh perangkat hukum, yaitu: 1. Preventif, yang dilakukan sebelum pencemaran terjadi (PP No. 27/1999 Tentang Amdal). 2. Represif, yang baru dilakukan setelah pencemaran atau perusakan terjadi (Pasal 30 (1) UU No.23/1997). Penyelesaian sengketa lingkungan masih tunduk pada 2 jenis dasar hukum, yaitu berperkara di pengadilan (Pasal 20(1), Pasal 34-39 UU No. 23/1997 jo. Pasal 1365 BW) dan musyawarah di luar pengadilan (Pasal 20(2), Pasal 31-33 UU No. 23/1997), yaitu penyelesaian sengketa lingkungan alternatif. 2.Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan. Penyelesaian sengketa Lingkungan hidup melalui pengadilan adalah dimana salah satu pihak yang sedang bersengketa mengajukan gugatan melalui pengadilan, dan meminta hakim untuk memeriksa dan memberi keputusan tentang siapa yang harus bertanggungjawab dalam sengketa tersebut. Proses ini merupakan suatu proses panjang, dan dalam sengketa lingkungan memerlukan cara pembuktian yang sangat rumit. Kesulitan utama bagi korban pencemaran sebagai penggugat: Pertama, membuktikan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1365 BW, terutama unsur kesalahan (schuld) dan unsur hubungan kausal. Terlebih membuktikan pencemaran lingkungan secara ilmiah. Kedua, masalah beban pembuktian yang menurut Pasal 1865 BW/Pasal 163 HIR-Pasal 283 R.Bg. merupakan kewajiban penggugat, sedangkan korban pencemaran pada umumnya awam soal hukum dan berada pada posisi ekonomi lemah. Kesulitan tersebut dijawab oleh pasal 35 UU No. 23/1997 melalui asas tanggungjawab mutlak (strict liability) sehingga unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Pasal ini menerapkan asas tanggung jawab mutlak terbatas pada sengketa lingkungan akibat kegiatan usaha yang: a. Menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; b. Menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B-3), dan/atau c. Menghasilkan B-3. 3.Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. Sesuai pasal 30-33 UU PLH, penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat di luar pengadilan dengan mediasi menggunakan jasa pihak ketiga, dan outputnya adalah ganti rugi ataupun tindakan pemulihan kerusakan lingkungan yang terjadi. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup. Apabila upaya penyelesaian di luar pengadilan tidak berhasil, baru dapat melakukan gugatan melalui pengadilan. 4.Prosedural Gugatan Lingkungan Hidup (Legal standing, Kelompok Masyarakat/Class Action, Citizen Law Suit). Gugatan legal standing merupakan gugatan dimana penggugat tidak tampil di pengadilan sebagai penderita, tetapi sebagai organisasi mewakili kepentingan publik yaitu mengupayakan perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup. Legal standing pertama kali diakui oleh pengadilan Indonesia pada 1988 ketika PN Jakarta Pusat menerima gugatan Yayasan WALHI terhadap 5 instansi pemerintah dan PT. Inti Indorayon Utama (PT. IIU). Kriteria organisasi untuk mengajukan gugatan Legal Standing, yaitu: a) Berbentuk badan hukum atau yayasan; b) Dalam anggaran dasar organisasi disebutkan dengan tegas tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan publik; c) Melaksanakan kegiatan sesuai dengan Anggaran Dasarnya. Gugatan class action yang dalam PERMA No. 1/2002 disebut sebagai gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. Jika dalam legal standing tuntutan ganti rugi bukan merupakan lingkup penggugat, dalam Class Action hal itu adalah tuntutan dari penggugat. Citizen Law Suit adalah akses orang perorangan warga negara untuk kepentingan keseluruhan warga negara atau kepentingan publik termasuk kepentingan lingkungan mengajukan gugatan di pengadilan guna menuntut agar pemerintah melakukan penegakan hukum yang diwajibkan kepadanya atau untuk memulihkan kerugian publik yang terjadi. VI.KESIMPULAN DAN SARAN. 1.Hukum Lingkungan di Indonesia merupakan Hukum Lingkungan Modern yang memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes, memperhatikan hak asasi manusia dan peran serta mayarakat termasuk lingkungan hidup itu sendiri, yang seiring dengan perkembangan hukum lingkungan hidup Internasional. 2.Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata, yang sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan (bestuursrecht). 3.Hukum Lingkungan di Indonesia pada prakteknya belum dapat diterapkan secara optimal, hal ini disebabkan Lingkungan Hidup di Indonesia sangat dipengaruhi banyak kepentingan, khususnya kepentingan ekonomi (sektor: pertambangan, pertanian, perkebunan, industri dan permukiman) baik berskala lokal, nasional maupun internasional 4.Dengan telah diberikan dasar hukum yang kuat atas peran serta masyarakat dan hak asasi manusia, sebagai warga negara Indonesia diharapkan masyarakat mampu memanfaatkan secara maksimal kekuatan tersebut, sehingga pengaruh yang menjadi faktor penyebab kurang optimal praktek penegakan hukum lingkungan di Indonesia dapat diatasi, dan keberadaan lingkungan hidup bagi kesejahteraan dan keamanan kehidupan manusia dan pelestarian lingkungan itu sendiri dapat lebih terwujud. DAFTAR PUSTAKA. 1.J.B. Daliyo, S.H, Pengantar Hukum Indonesia – Buku Panduan Mahasiswa, PT. Prenhallindo, Jakarta, Tahun 2001. 2.R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia - Bogor, Cetakan: Tahun 1995. 3.R. Subekti, SH, Prof., R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata – Burgerlijk Wetboek, Pradnya Paramita - Jakarta, Cetakan: Tahun 2009. 4.M. Karjadi, Kombes Pol pnw, R. Soesilo, Ajun Kombes Pol pnw, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Politeia – Bogor, Cetakan: Tahun 1997. 5.Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Citra Umbara – Bandung, Cetakan: Nopember 2009, dilengkapi: -UU RI No. 23 Tahun.1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup -PP RI No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. -PP RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. -PP RI No. 54 Tahun 2000 Tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. -PP RI No. 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan. -KEPMEN Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2009. 6.Koesnadi Hardjasoemantri, SH, Prof., Hukum Tata Lingkungan, Gajah Mada University Press,Yogyakarta,l999. 7.Moenadjat Danusaaputro, Hukum Lingkungan, Buku I s./d V, Bina Cipta, Jakarta, l982 8.Siti Sundari Rangkuti, Prof., Hukum dan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya,2005
http://wizyuloverz.blogspot.com/2012/05/free-download-stronghold-3-full-version.html http://itearly.wordpress.com/2009/06/05/free-game-stronghold-crusader-extreme-trainer-cheat-game/ http://catatanmathin.blogspot.com/2011/08/download-stronghold-legends-rip.html http://www.mediafire.com/?70bt21svj6y0dug

game ku

H

Aji Raksa: Tahukah Anda, Empat Malaikat Yang Memiliki Tingkat...

Aji Raksa: Tahukah Anda, Empat Malaikat Yang Memiliki Tingkat...: 1.      Israfil Adalah malaikat yang pertama kali sujud kepada Adam. Dialah pemilik sangkakala yang jika ditiup, maka nyawa-nyawa a...

Aji Raksa: Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam, Ilmu Falsafah,...

Aji Raksa: Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam, Ilmu Falsafah,...: A.     PENGERTIAN TASAWUF           Kata sufi mulanya muncul pada abad ke-9. Asal usul kata ini dibahas oleh hujwiri pada abad ...

Aji Raksa: 7 Versi Kematian Syekh Siti Jenar

Aji Raksa: 7 Versi Kematian Syekh Siti Jenar: Mendiskusikan tentang wafatnya Syekh Siti Jenar memang cukup menarik. Sebagaimana banyaknya versi yang menjelaskan tentang asal-usul da...

Sejarah Tertutupnya Mata Patung Dewi Justitia

Aji Raksa: Sejarah Tertutupnya Mata Patung Dewi Justitia: Tentang Dewi Themis tentang keadilan yang coba dihadirkan manusia sebagai sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Themis dalam mitologi Yun...

Converting Video: hjIOBJx6dZY Free MP3 Download

Converting Video: hjIOBJx6dZY Free MP3 Download

TAKBIR EIDUL FITREE (FULL LENGTH)

Takbir Hari Raya Aidilfitri Penuh 2011

QORI INTERNASIONAL

Sümeyye Eddeb İbo Shov da - 2

Putra Buana ~Sello' Socah Mera ~Anjani

setalpos reng madureh ge oge.

Beautiful Voice of Irani Kid, Reciting Holy Quran

SUMEYYE EDDEB M.KAMIL KURAN

Young Qari - Ali Kazemi - Surah Isra

Qari Umayyed Husaini of Iran reciting Surah Muminoon, Duha in Minhajul Q...

Sumayya Ar Rahman details dengan nama lagu dari bayati.mp4

tilawah

suara yang sangat merdu

Sellok Socah Mira

Baca Al - Qur'an Paling Merdu Di Dunia

Gambus Al Rahat - Pantun Pengantin

lagu madura abinih duwek .avi

AL Ifrah madurasa

IRAMA GAMBUS BALASIK 2

kodung mera- MADURA

abiem ngesti - gempa

abiem ngesti - jarum narkotik

album herdy i tuch



Anoman Obong - Erwin Mareta - Primanada.mp4

KOPLO SAREY DUT - NGAMEN 99 ( MAKAN PISANG ) `DYANA YOZAMA

Selasa, 10 Juli 2012

Poppy Mercury - Air Mata Jadi Saksi

Poppy Mercury ft Abiem Ngesti - Kugenggam Dunia

KH Zainuddin MZ Mencari jodoh

SAREY DUT - TAK RELA `SULIANA

Poppy Mercury ft Abiem Ngesti - Kugenggam Dunia

[ durasi full ] Ceramah KH. Zainuddin MZ - 10 Teman Setan

Abiem ngesti-ku genggam dunia

Abiem ngesti-ku genggam dunia

Dahsyat-Abiem Ngesti

Abiem Ngesti-Pangeran Dangdut

Kembalilah sayang Voc: Asep Irama 0507

KOPLO SAREY DUT ^_^ LAYANG SWORO _ SULIANA

layang suoro